Beda Keyakinan

Tahun 2012 kemarin adalah tahunnya film Indonesia.

Cukup banyak film-film Indonesia yang rilis dan sukses bikin penonton berbondong-bondong ke bioskop, tanpa harus menampilkan hantu maupun t*ket. Ini adalah data 10 film Indonesia dengan jumlah penonton terbanyak.


Meskipun data ini belum final sebetulnya. Di akhir tahun film Habibi Ainun, dan 5cm menembus lebih dari 2 juta penonton. Yess, silahkan kalo mo koprol sambil bilang We O We, Sob.. :D

Tapi kalo diperhatiin mungkin banyak dari kamu, Sobat Muda, yang bertanya-tanya, kenapa film-film yang meledak kebanyakan berasal dari buku?

Apa penulis skenario kita udah keabisan ide cerita?

Oh nggak dong. Salah satu alasan kenapa banyak film diangkat dari buku karena film ini memakan biaya yang besar tapi investasinya masih belum pasti. Maksudnya belum pasti bisa untung apa nggak. Makanya investor selalu mau main aman dengan mengangkat cerita yang penonton umumnya udah tau. Melalui buku-buku best seller salah satunya. Bahkan mungkin udah ditungguin versi layar lebarnya. Biar ada kepastian balik modal.

Kesannya picik amat ya investor dan produser film di Indonesia, maunya cari untung aja?

Yahh, tapi Sobat Muda, kalo kamu punya uang 2 milyar emangnya mau di investasiin di sesuatu yang belom pasti bakalan menguntungkan atau nggak. Investasi di film mah jangankan menguntungkan, bakalan balik modal juga gak ada jaminan. Padahal uang dengan nilai segitu kan banyak. Kalo dibeliin bubur kacang ijo kita bisa berenang bolak balik di kolam ukuran olimpic malah :D

Tapi ada juga kok beberapa film yang nggak diangkat dari buku, dan pada kenyataannya punya cerita yang menarik.

Film ini salah satunya... :)


Ceritanya sih agak klise. Mengenai kisah cinta dua orang yang beda keyakinan, yang walaupun di kehidupan nyata banyak kita jumpai tapi rasanya masih rikuh buat diobrolin di ruang publik, apalagi dipertontonkan di layar lebar. Sehingga meski saya keluar bioskop dengan cukup puas waktu itu, saya menebak film ini akan jadi kontroversi di beberapa hari kedepan.

Dan bener aja, Sobat Muda!

Kontroversi yang berlarut-larut karena mengangkat karakter yang berasal dari Padang tapi beragama Katolik pada akhirnya justru membawa film ini harus berhadapan dengan pihak berwajib. Sang sutradara, Hanung Bramantyo (dan Hestu Saputra sebenarnya) diharuskan meminta maaf kepada masyarakat Minang di seluruh tanah air dan menarik film itu dari peredaran.

Silahkan gugling untuk update berita lebih jauh, atau salah satunya bisa lihat disini

Okelah... Kalo males nge-klik, briefly film ini dianggap telah melanggar ketentuan dalam pasal 156 KUHP, yang bunyinya : “barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun …”

Yes, film ini digugat karena dituduh ‘menanamkan rasa kebencian dan PENGHINAAN di muka umum terhadap etnis suku Minang.’

Lebih spesifik lagi Menurut Zulhendri Hasan, ketua tim kuasa hukum Ikatan Pemuda Pemudi Minangkabau yang menggugat, karena dalam film itu ada karakter yang berasal dari Padang (diperankan Agni Pratistha) yang beragama Katolik dan memakan babi. Padahal suku Minang identik dengan Islam.

Pada akhirnya film ini harus diturunkan dari bioskop di beberapa daerah, karena gelombang protes yang bertubi-tubi. Hanung juga merasa bertanggung jawab, hingga merelakan diturunkannya film Cinta Tapi Beda dari bioskop, seperti yang dijelaskan di beberapa media. Salah satunya disini, dan juga di akun twitternya @HanungBramantyo, dia mengklarifikasi langsung.

Saya memaklumi kalo ada yang nggak suka dan protes dengan suatu karya. Itu kan salah satu bentuk apresiasi. Feed back dari orang-orang yang melihat karya tersebut.

Tapi setelah saya cari tahu lagi ternyata banyak orang yang mengecam film itu tapi belum nonton. Beberapa malah dengan jelas mengatakan nggak perlu nonton untuk ikut mengecam. Dengan justifikasi bahwa Hanung selalu bikin film-film yang kontroversial buat jualan.

Sampe sini saya ngerasa sedih.

Bukan. Bukan karena saya ngebelain Hanung atau film Cinta Tapi Beda ini. Untuk apa juga? Toh saya nggak dibayar. Bahkan kenal aja nggak sama Hanung dan crewnya.

Tapi sedih karena ternyata kebanyakan orang Indonesia judgemental akut. Lebih memilih untuk berteriak dulu sebelum tahu masalahnya apa, dan tidak mencoba untuk memahami sebelum membenci.

Misalnya beberapa orang yang di Padang sana. Dari berita-berita yang beredar di media dan milist yang saya baca banyak yang mengecam tapi bisa dipastikan belum nonton, karena yaa gimana mau nonton, jaringan bioskop 21 aja nggak ada di Padang. Sedangkan film ini cuma didistribusikan melalui 21 :D

Saya coba untuk lebih menjejak bumi. Nanya-nanya ke temen-temen di sekitar, juga nanya lewat status di fesbuk. Kira-kira yang ikut mengecam karena apa? Trus udah nonton apa belum? Konfirmasi kecil-kecilan lah. Tabayun kalo bahasa kerennya :)

Jawabannya beraneka macam dan bikin komen di status saya itu ramee bener. Udah lama gak pernah punya status yang segitu ramenya semenjak saya hijrah berkicau di twitter, hehehe. 

Mulai dari masalah karakter Diana yang Katolik padahal terkesan orang Minang (karena tinggal di Padang dan ibunya dipanggil Uni), issu toleransi yang kebablasan (karena Diana mengajak Cahyo makan babi, dst...), misi tersembunyi Hanung yang seperti mengkampanyekan pluralisme dan liberalisme, sampe yang saklek bilang nggak perlu menonton buat ikut mengecam. Pokoknya ya nggak suka. Titik!

Saya memahami dan menghormati semua pendapat temen-temen saya itu. Sungguh! Adalah hak tiap orang untuk berpendapat dan memilih untuk berkata tidak terhadap sesuatu apapun. Saya cuma gak nyangka kalo temen-temen yang saya kira open minded kok ya bisa se-judgemental itu. Mungkin emang sayanya aja yang belom terlalu mengenal mereka :)

Tapi yang mau saya bilang disini adalah setiap orang punya latar belakang dan pengalaman yang beda-beda dalam memandang dan menyikapi segala sesuatu. 

Temen-temen yang mengecam saya tahu pasti, kalo nggak memang orang Minang, biasanya berasal dari keluarga atau lingkungan dengan pemahaman agama yang kuat.

Yes. Referensi menentukan persepsi.

Saya sendiri orang Jakarta. Tulen. Pengalaman saya, yang masih seujung kuku harus diakui, bikin saya bisa menerima issu perbedaan keyakinan karena pernah kerja di lingkungan yang sangat plural. Terdiri dari orang-orang dengan berbagai kepercayaan, yang bahkan tidak umum ditemui. Mulai dari agnostik, atheis, sampe yang ngaku kalo karma adalah agamanya. Bukan sesuatu yang mau saya bangga-banggakan disini, tapi itulah alasan kenapa saya bisa menerima perbedaan keyakinan. Toh beda bukan berarti harus dibeda-bedakan. Apalagi bermusuhan. Kalo terus ngomongin dan mempermasalahkan perbedaan kapan dong kita berkaryanya? Sayang lho waktu yang abis buat ngedebatin ini aja. Padahal di luar negri orang udah bisa bikin macem-macem dengan memanfaatkan waktu mereka.

Setuju gak? :)

Eniwei... Pengalaman paling pait buat saya soal beda keyakinan adalah waktu abis move on dari pacar yang udah tiga tahun bareng-bareng. 

Saat itu saya bertekad kalo the next one should be the one! Makanya saya cari pacar dengan niat serius, beneran buat berumah tangga nantinya. Tapi beberapa cewek yang saya deketin ternyata beda keyakinan sama saya.

Maksudnya saya yakin bisa membangun masa depan sama dia, eh dianya gak yakin sama sekali!

Beda.

Ditolak deh. *sigh* T.T

Previous
Next Post »

6 comments

Click here for comments
16 Januari, 2013 10:58 ×

Wah, sayang banget ya tu film ditarik lagi..
Masyarakat Indonesia mah memang kebanyakan latah, asal me-judge, padahal kan belum tahu juga itu film seperti apa, nilai-nilai apa yang bisa diambil secara objektif..
Film itu kan hanya hiburan semata, ngga ada keharusan penonton harus begini-begitu setelah menonton film..

Ya, kita doakan saja ya, smoga Film Indonesia jaya terus dan makin banyak bermunculan org2 yg kreatif dan mampu menuangkan ide-idenya yang fantastis.. ^^

http://ahayurumicecream.blogspot.com/

Reply
avatar
16 Januari, 2013 15:23 ×

Aamiin... Mudah2an masyarakatnya semakin cerdas, dan sineasnya juga makin bisa menyampaikan kebenaran lewat karya2nya :)

Makaish udah mampir :)

Reply
avatar
ulhie
admin
16 Januari, 2013 16:02 ×

van, itu terakhirnya kok gak nyambung ya sama isi..beneran curcol hahahahha..
gue sih belum nonton film-nya jadi gak mau komentar apa-apa dan emang gak suka juga sih berkomentar untuk hal-hal yang saya gak punya cukup pengetahuan di dalamnya :D
*makanya ngomentarin bagian terakhir dari tulisan lo aja hahahahhaha*

-ulhie-

Reply
avatar
tika
admin
16 Januari, 2013 16:11 ×

kak, kayaknya intinya itu paragraf2 yg akhir ya? :p

Reply
avatar
Anonim
admin
16 Januari, 2013 17:39 ×

Iyah... setujuh.... menurutku lhoh Mas,,, (bukan mo ikut belain Hanung juga) karena supersensitif dan kompor yang tiada henti dari Uni...ah sudahlah,,

sempet ngikutin perkembangannya di twitter,, ya ada orang yang pikirannya lebih luas dan bukan penganut paham #rauwisuwis jelasin bahwa ya Minang memang identik dengan Islam, tapi kan ada juga keturunan Minang yang pasca Islam. Bahkan beberapa marga di Padang itu adaptasi dari bahasa yang dibawa oleh agama Budha... CMIIW...

Mmmm... jadiiii.. jadiii.. lagi nyari neh ceritanya? *kedip2* :)) :))

Reply
avatar
Anonim
admin
16 Januari, 2013 19:36 ×

Ide tulisannya dikaburkan pernyataan terakhir. Nyari aman...

Hahaha...

Gw hampir selalu ngikutin filmnya hanung mulai dari gak terkenal di film kwalitet no 2 smp skr. Hanung lbh enak dinikmati film dg gaya humor dari pada film seriusnya. Klo film hanung yg serius hanung tuh kelihatan sok tau. Gw sering kecewa terutama karena hanung gak peduli sama detail. Termasuk gw kecewa sm ayat-ayat cinta dan sang pencerah.

Tp gw suka film ? (tanda tanya)

Reply
avatar
Thanks for your comment